Charles Horton Cooley: Pembuka Jalan Menuju Teori Interaksionalisme Simbolik

A. Pendahuluan

Pada bagian diskusi ini, kita akan membincang tentang pemikiran Charles Horton Cooley. Tentu saja diskusi ini sangat menarik, karena kita akan diajak memahami realitas sosial bukan dari struktur sosial (social structure) dan pranata sosial (social institution) yang sangat makro, seperti pernah kita diskusikan dalam pemikiran Herbert Spencer, Emile Durkhiem dan Karl Marx, tapi dari sudut pandang yang mikro.

Seperti telah kita pahami, sosiologi adalah induk ilmu sosial yang mempelajari kehidupan manusia, yang di dalamnya termasuk hakikat dan sebab-sebab dari berbagai pola dan perilaku manusia yang terjadi secara teratur dan berulang-ulang. Dengan perhatian semacam ini, Sosiologi berbeda dengan Psikologi, yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran dan prilaku individu perindividu. Meski dalam perkembangannya kita mengakui, bahwa Sosiologi juga mempelajari tindakan individu, tapi kapasitasnya tetap sebagai masyarakat.

Bertolak dari perbedaan kajian Sosiologi dan Pskologi ini, maka dalam Ilmu Sosiologi dikenal distingsi antara Sosiologi Makro dan Sosiologi Mikro. Mengiktuti pendapat Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro mengkaji berbagai pola dan prilaku sosial dalam skala yang lebih luas. Pusat perhatiannya adalah kepada masyarakat sebagai obyek keseluruhan dan berbagai unsur pentingnya seperti ekonomi, politik, agama, pola kehidupan keluarga dan sebagainya. Sedangkan Sosiologi Mikro, adalah meneliti berbagai polal pikiran perilaku yang muncul dalam kelompok-kelompok yang relatif kecil. Para osiolog Mikro tertarik pada berbagai gaya komunikasi verbal dan non-verbal dalam hububgan sosial face to face antar individu dalam komunitas masyarakat. Pada titik ini, Interaksionalisme Simbolik memposisikan diri.

Interaksionalisme Simbolik (selanjutnya dibaca interaksi simbol) sebagai bagian dari Sosiologi Mikro, beranggapan bahwa realitas sosial muncul melalui proses interaksi. Dalam hal ini, teori interaksi simbol sama dengan tekanan Simmel pada bentuk-bentuk interaksi. Namun, teori interaksi simbol lebih dalam daripada bentuk-bentuk interaksi nyata menurut Simmel. Teori interaksi simbol berhubungan dengan media simbol di mana interaksi terjadi.

Teori interaksi simbol sendiri bukan merupakan satu teori terpadu dan komprehensif. Teori ini tidak lebih dari sumbangan rintisan dari beberapa tokoh, seperti Charles Horton Cooley, William I. Thomas, George Herbert Mead dan Herbert Blumer. Sayang, dari beberapa tokoh ini tidak dapat kita ketengahkan semuanya, tulisan ini secara spesifik akan membahas pemikiran Charles Horton Cooley.


B. Mengenal Cooley: Sebuah Tinjauan Biografis
1. Keluarga dan Pendidikan

Charles Horton Cooley lahir di Ann Arbor, Michigan, tahun 1864. Keluarganya pindahan dari Massachusetts ke bagian Barat New York, kemudian pindah dan menetap di Michigan. Bapaknya menjadi pengacara yang ambisius dan terpandang, yang pada tahun 1864 dipilih menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Michigan. Cooley menamatkan sarjana mudanya tahun 1887 di Universitas Michigan. Dia bekerja untuk waktu yang singkat di Interstate Commerce Commision dan Census Bureau. Dia lalu tertarik untuk bergelut dalam kehidupan akademis karena kegemarannya untuk membaca, menulis dan merenung. Dia menamatkan studinya di Universitas Michigan dan ditunjuk untuk satu posisi fakultas di sana, dan menghabiskan seluruh kehidupan profesinya di situ sampai meninggal tahun 1929.

2. Pergumulan Intelektual
Ann Arbor adalah kota pelajar yang tenang. Lingkungan sosial ini telah membentuk watak Cooley sehingga suka menyendiri dan kontemplatif. Tak heran bila teori sosialnya mencerminkan lingkungan sosial dan temperamennya. Sewaktu di Michigan Cooley pernah berteman dengan Mead. Nilai-nilai dan posisi ideologisnya Cooley bersifat progresif seperti Mead dan kebanyakan kaum intelektual lainnya di Amerika pada waktu itu, Cooley menerima prinsip dasar evolusi sosial sebagai kunci kemajuan sosial. Namun, Cooley keberatan terhadap pendekatan organik Spencer, sebagian karena Spencer kurang memperhatikan tingkat psikologis individu dalam mengemukakan prnsip-prinsip evolusinya, yang mengatasi individu. Juga, seperti Mead, Cooley tidak menerima implikasi-implikasi politik Laissez-faire dari teori Spencer.


C. Pemikiran Charles Horton Cooley
1. Looking-glass Self

Pendekatan organis Spencer memberikan pendasaran teoritis bagi Cooley untuk melihat saling ketergantungan individu melalui proses komunikasi sebagai dasar keteraturan sosial. Dalam karyanya yang terkenal Human Nature and the Social Order, Cooley mengemukakan bahwa individu dan masyarakat saling berhubungan secara organis. Proposisi ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia lahir dengan perasaan diri (self-feeling) yang tidak jelas dan belum terbentuk. Pertumbuhan dan perkembangan perasaan diri merupakan hasil dari proses komunikasi interpersonal dalam suatu lingkungan sosial. Perkembangannya, seperti proses komunikasi itu sendiri, tergantung pada pemahaman simpatetis (sympathetic understanding) antara individu yang satu terhadap yang lain. Dengan pemahaman itu, mereka dapat masuk dan mengambil bagian dalam perasaan dan ide orang lain. Mereka dapat menangkap apa yang dipikirkan orang lain. Hal ini tentu berhubungan erat dengan perasaan diri seseorang. Apakah orang itu senang atau kecewa, menolak atau menyetujui penampilan dan perilakunya.

Analisis Cooley mengenai pertumbuhan sosial individu yang mengacu pada perasaan diri, sebenarnya mengacu pada gagasan William James tentang “konsep diri-sosial”. Konsep diri di sini dipahami cara seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep ini kemudian diintrodusir oleh Cooley sebagai looking-glass self.

“Ketika kita melihat wajah, bentuk, dan pakaian kita di depan cermin, dan merasa tertarik karena semuanya itu milik kita… begitu pula dalam imajinasi, kita menerima dalam pikiran orang lain suatu pikiran tentang penampilan, cara tujuan, perbuatan, karakkter dan seterusnya, dan dengan berbagai cara dipengaruhi olehnya.
Suatu ide diri semacam ini nampaknya memiliki tiga elemen yang penting: imajinasi tentang penampilan kita kepada orang lain; imajinasi tentang penilaian penampilan itu, dan suatu jenis perasaan diri, seperti kebanggaan atau malu…”

Tentu, analogi cermin ini tidaklah cukup. Cermin tidak dapat memberi persetujuan atau penolakan. Cooley lalu menganalisa variasi konsep-konsep perasaan diri, seperti kebanggaan, kesombongan, kehormatan, kerendahan hati, serta karakteristik lain-lainnya yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kepribadian seseorang. Menurutnya, ada sejumlah varian dalam hubungan antara perasaan diri setiap individu. Misalnya, kepekaan setiap individu bisa berbeda dalam menangkap pandangan orang lain. Boleh juga terjadi perberbedaan tingkat stabilitas dalam mempertahankan suatu jenis perasaan-diri tertentu dalam menghadapi reaksi orang lain yang bertentangan. Mereka berbeda dalam intensitas dan seringnya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan perasaan-diri mereka, berbeda dalam campuran perasaan tertentu yang bersifat positif dan yang negatif yang dihubungkan dengan konsep-diri mereka; juga berbeda dalam hal dimana aspek khidupan mereka sangat erat hubungannya dengan perasaan-diri.

Sebagai contoh, orang yang egoistis tidak peka khususnya terhadap definisi-definisi sosial atau perasaan mereka yang ada di sekitarnya. Orang yang sombong sangat peka dan membutuhkan dukungan sosial terhadap suatu gambaran-dirinya yang tinggi. Orang yang produktif harus memiliki suatu konsep-diri yang tegas, namun ia tidak perlu dinilai sebagai seorang yang sadar diri, karena prestasi mereka mungkin menguntungkan orang lain dan memperoleh dukungan dan penghargaan mereka. Orang yang sedang turun harga dirinya sangat peka terhadap reaksi-reaksi orang lain yang bersifat negatif, dia menggabungkan dengan perasaan-dirinya sendiri sebegitu rupa sehingga yang bersifat positif dari reaksi itu tidak dapat dilihat lagi.

Orang mungkin menemukan perasaan-diri yang tidak selaras dengan reaksi dan perasaan orang lain, sehingga mereka berinisitaif untuk berprilaku defensif agar tidak mendapat ejekan dari orang lain yang memberikan reaksi yang tidak sesuai. Orang lain mungkin sangat tertarik dalam suatu kegiatan sehingga mereka nampaknya terbenam dan tidak sadar akan kesan yang dia buat terhadap orang lain. Beberapa peserta kontes ratu kecantikan, misalnya, akan menganggap badannya itu sangat penting secara fisik, sedangkan orang lain nampaknya lupa akan penampilan fisiknya dan mendefinisikan segi-segi konsep-dirinya menurut, katakanlah, pekerjaan atau posisi ideologisnya. Meskipun perbedaan-perbedaan itu ada, suatu konsep-diri yang muncul dalam suatu isolasi total dari lingkungan sosialnya, mengkin tak akan akan peduli terhadap perasaan dan reaksi orang lain.




2. Kelompok Primer
Perasaan-diri seseorang juga sering ditarik ke pelbagai kelompok di mana dia menjadi bagiannya. Dalam kondisi seperti itu, mungkin cara berpikir atau berbicara tentang “keluarga saya”, “klub saya” atau “tetangga saya” akan diganti dengan “keluarga kami” atau “tetangga kami”. Seperti dikemukakan oleh Cooley, “diri kelompok” atau “we” tidak lain adalah “I” yang mencakupi orang lain. Dengan kata lain, orang tersebut telah mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tertentu dan berbicara atas kemauan bersama, pandangan, pelayanan, atau yang lain-lainnya menurut “we” dan “us”.
Perasaan “we”, pengalaman antara kesatuan diri dan orang lain, mula-mula muncul dalam konteks kelompok primer. Cooley menggambarkan kelompok primer sebagai berikut:

“Kelompok primer saya artikan sebagai kelompok yang ditandai oleh persatuan (association) dan kerja sama tatap-muka yang bersifat intim. Kelompok itu disebut primer dalam beberapa pengertian, terutama sebagai dasar pembentukan sifat sosial dan ideal-idealnya individu. Hasil dari persatuan yang intim itu secara psikologis adalah suatu perpaduan tertentu dari kepribadian-kepribadian (individualities) kelompo, sehingga diri (seseorang), untuk banyak tujuan sekurang-kurangnya, menjadi cermin kehidupan dan tujuan bersama kelompok itu. Mungkin cara yang paling sederhana untuk menggambarkan keseluruhan ini adalah dengan mengatakan bahwa itulah “we”, yang mencakup jenis simpati dan pemahaman timbal-balik yang terjadi secara alamiah. Orang hidup dalam perasaan bersama dan menemukan tujuan-tujuan kehendaknya yang utama dalam perasaan itu”.

Contoh-contoh kelompok seperti itu adalah “keluarga, kelompok bermain anak-anak, dan kelompok tetangga atau komunitas orang dewasa”. Kelompok persahabatan dan banyak tipe kelompok kerja dapat ditambahkan dalam daftar ini.
Perlu dicatat di sini, kesatuan kelompok primer yang ditandai dengan cinta dan keharmonisan bukan berarti tidak memendam konflik. Kompetisi dan ingin menonjolkan diri antara yang satu dengan yang lain akan ditemui. Namun, dorongan-dorongan individualistis atau yang bersifat kompetitif ini sering diperlunak dan diperhalus oleh pemahaman simpatetis antar individu. Pemahaman simpatetis itulah, yang mendorong kesatuan pada kelompok itu. Dalam kondisi seperti ini, individu berkembang dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan sosialnya, seperti kesetiaan dan kerelaan untuk membantu dan bekerjasama antara yang satu dengan lain.


3. Dari Institusi Sosial ke Masyarakat Demokratis
Kelompok primer juga merupakan dasar bagi institusi sosial yang lebih besar, yang bersandar pada perasaan-perasaan dan ide-ide bersama yang digembleng melalui proses komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, akan tercipta satu struktur sosial yang kokoh yang menjamin adanya keteraturan sosial (social order). Dalam hal ini, Cooley menegaskan:

“Suatu institusi hanyalah suatu tahap dari pikiran orang banyak (publik mind) yang bersifat mapan dan tegas, dia tidak berbeda dalam sifat dan pokoknya dari pandangan umum, meskipun yang sering kelihatan adalah bahwa dia memiliki suatu eksistensi tertentu dan bersifat independen, apalagi kita melihat sifat permanennya dan apalagi kita melihat kebiasaan-kebiasaan serta simbol-simbol di mana institusi itu berselubunng”.

Institusi mungkin memiliki suatu karakter yang nampaknya obyektif, yang kelihatan terlepas dari pandangan umum dan perasaan individu. Tapi kenyataanya, justru tak ada satupun struktur dan institusi serta pola normatifnya dalam masyarakat yang lepas dan keluar dari pikiran dan perasaan individu. Dengan demikian, masyarakat demokratis modern pun bertolak pikiran orang banyak dari seluruh masyarakat yang ditandai oleh perasaan kesatuan yang sama serta kehangatan emosional seperti pikiran kelompok dalam suatu kelompok primer. Begitulah impian Cooley.

D. Implikasi Pemikiran Charles Horton Cooley
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tekanan pemikiran Cooley berangkat dari usahanya untuk menemukan asal-usul sosial dengan pusat perhatian pada saling ketergantungan antara individu dan masyarakat, konsep diri, dan komunikasi antarpribadi sebagai dasar organisasi sosial, baik dalam bentuk kelompok primer sampai pada instisusi sosial dan masyarakat demokratis modern.

Lepas dari kontroversi yang menyertai pemikirannya, Cooley tetap berjasa besar dalam analisa Sosiologi Mikro. Pemikirannya cukup berpengaruh dan memberikan inspirasi, utmanya bagi perintis Teori Interaksi Simbol seperti Mead dan Blumer.

END NOTE
Secara garis besar, tulisan ini disarikan dari buku Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi: Klasik dan Modern, diindonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang, Jakarta: Gramedia: 1994.
Riyadi Soeprapto, Interaksionalisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal. 1
Stephen K. Sanderson, Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, Edisi Kedua, Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 2
Doyle Paul Johnson, hal. 27
Riyadi Soeprapto, hal. 114
Disitir dari Doyle Paul Johnson, hal. 28
Ibid., hal. 29
Ibid., hal. 31

0 komentar:

Design of Open Media | To Blogger by Blog and Web